Sunday, August 2, 2020

Tentang Kami

 Gita Cinta adalah media online yang berisi kumpulan cerpen dan puisi yang dibuat oleh para kreator yang sudah bergabung di Garamedia.

Gita Cinta bagian yang terpisahkan dari media online Garamedia

Cobalah Jadi Aku

                                    

                         


                                                    COBALAH JADI AKU

                                            Oleh : Galih Satria Hutama

    Tak selamanya Enumerator disukai orang, ada juga penyelenggara yang iri dengan Enumerator, seakan Enumerator adalah anak emas KPU. Aku hanya bisa tertawa dan memberikan hastag #Akumarah. Kami tidak akan terpengaruh,justru semakin ada yang iri dengan kami, maka kami akan membuat kejutan-kejutan yang tak bisa dibayangkan oleh siapapun. Ya ini adalah style kami, Kami berjibaku dengan tahapan pemilu dengan gaya kami, dan kami selalu konsekuen terhadap ide yang kami sampaikan ke komisioner, gak peduli mau dibilang anak emas kek…komisioner pilih kasih kek… yang jelas this is ENUMERATOR.

            Cerita ini bermula setelah kami dihajar habis-habisan dengan deadline pekerjaan yang menurutku tak semua orang mampu. Jiwa, raga, dan pikiran kami persembahkan demi data pemilih yang akurat, valid, dan akuntabel. Setelah hasil dari coklit Pantarlih diunggah di sidalih dan ditetapkan sebagai DPS, pekerjaan Enumerator bukannya semakin ringan tetapi malah semakin berat. Semua kami lalui dengan keyakinan dan kebersamaan baik sebagai satu keluarga.

            Rapat pleno DPS berjalan dengan tertib dan aman, akan tetapi masukan dari tetangga sebelah terkait DPS harus ditindak lanjuti dengan segera. Seperti biasa, bu Nur dengan sifat keibuannya mencoba menghibur kami , “ Gakpapa.. kita selesaikan satu-persatu, saya yakin Enumerator mampu mengawal data ini sampai benar-benar bersih dari kegandaan”. Kami semua terdiam dan mencoba untuk mengolah semangat yang sempat turun.

            “ Ayo gaess….sikaaat… Pokoknya Wani perih, wedi ngelih..!!!” ujarku menggebu-gebu. “ Gasskeun….!!!!” Sahut mas Romi. Terpecik kembali lah api semangat kami dalam mengawal data pemilih ini, walaupun sebenarnya kami mulai jenuh. Selesai pleno DPS, kami langsung mempersiapkan diri untuk memperbaiki DPS tersebut.

            Keesokan paginya, muncul Surat Edaran dari KPU. Bu Nur selaku bundanya Enumerator langsung mengundang kami untuk rakordasi. Kali ini masalah pemberian kode pemilih yang belum memiliki e-ktp. Kami semua protes apabila nantinya pemilih yang berkode non KTP akan hilang dari DPS, padahal sesuai umur mereka telah masuk ke dalam kriteria pemilih yang memenuhi syarat.

            “ Gimana kalau kode 11 dan 12 disidalih kita ganti 0 saja..??” tanyaku ke teman-teman lainnya. “ Alasanku, karena secara umur pemilih tersebut sudah termasuk pemilih yang memenuhi syarat karena sebelum 17 april 2019 mereka sudah berumur 17 tahun, akan tetapi pada saat ini mereka belum memiliki e-ktp karena mereka baru berulang tahun setelah DPS ini diplenokan” lanjutku menjelaskan. Ideku benar-benar nekad, kenapa dibilang nekad, karena belum tentu pemilih tersebut mau mengurus e-ktp nya di kecamatan, tapi aku gak mau kalau hak pemilih tersebut hilang cuma gara-gara e-ktp.

            “ Di tempatku sudah ku nol kan semua kode pemilih 11 dan 12 nya, aku gak mau gambling..lha pemilihku yang berkode 11 dan 12 cukup banyak e..aku gak mau kalau mereka terdelete sistem padahal mereka memenuhi syarat sebagai pemilih” kata mas Tri. Akhirnya kami semua sepakat bahwa kode 11 dan 12 diganti dengan 0, bismillah keputusan ini akan berjalan sesuai rencana.

            Benar saja, seminggu kemudian muncul SE baru yang menekankan bahwa KPU akan memfasilitasi perekaman e-ktp secara masal. Sudah tepat ide gila kami untuk mengganti kode 11 dan12 di sidalih dengan kode 0. Pekerjaan mengganti kode sudah kami lakukan,nyicil ayem cah….

            “ Teman-temanku yang baik, ini ada surat edaran mengenai perekaman e-ktp, jadinya kita ganti kode 11 dan 12 nya menjadi kode 0” kata bu Nur dalam rapat.

            “ Sudaaaaah buuuuuu…” sahut kami serempak. Bu Nur hanya tersenyum saja.

            “ Syukur sudah kita ganti yaaa..jadinya bisa fokus ke hal yang lainnya,” celetuk mas Agus.

            Tiba-tiba mbak Rani,divisi sosialisasi masuk ke ruangan dan langsung memberikan instruksi, “ kita akan mengadakan KPU goes to school untuk mengakomodir pemilih pemula yang mungkin belum masuk kedalam daftar pemilih, tolong nanti divisi data nanti dihandle.”

            “Weh..weh… itu tugasnya sosialisasi buuuu….” Protes kami. “ Lha kan ada divisi sosialisasi toh? Berdayakan mereka buuu..ajak mereka, jangan semuanya ke kami” ujarku. Tapi lagi-lagi bu Nur menenangkan kami, “ yasudah…nanti acaranya yang handle divisi sosialisasi, Enumerator bantuin ngecek saja”. Kami pun luluh mendengarnya. Walaupun setengah hati menerima keputusan ini, tapi kami akan tetap mengerjakannya dengan sepenuh hati.

            “ Halah…Cuma begini…sikaaat aja…!!” ujarku untuk membangkitkan semangat teman-teman. “ Gassskeun…!!” sahut mas Romi.

            “ Yoook…nanti malam ke avocado…” ajakku. “ Gassss… jam 7 malam.” Jawab mbak Susi.

            Rapat internal data pun berakhir. Ada beberapa teman yang masih bergumam tidak terima kalau divisi data harus mengerjakan tugas yang bukan porsinya. Aku mencoba untuk menenangkan dan menjelaskan kalau tugas itu juga demi kebaikan kita semua. Akhirnya mereka luluh dan mau untuk ikut partisipasi dalam acara KPU goes to school.

            Rapat demi rapat kami jalani, hingga akhirnya kami harus berjibaku kembali dengan sidalih untuk mengupdate data pemilih.

            “Kita nglembur lagi gak ini?” tanyaku. Aku paling seneng kalau ada lemburan gini, karena ya daripada cuma di rumah doang,gabut dan nothing to do.

            “Yaps…kita lembur lagi, tapi mungkin tidak seperti kemarin.” Jawab bu Nur.

Bu Nur sepertinya tahu kalau kami ini hobi nglembur dan paling demen kalau diajak lembur. Coba deh sekali kali jadi aku, menikmati deadline yang pendek dengan pekerjaan yang seabrek. Coba deh sekali-kali jadi aku yang tiap hari dari pagi sampai malam hanya duduk memandangi laptop. Coba deh sekali-kali jadi aku yang harus ekstra sabar menghadapi sidalih yang kadang tidak bisa diajak kompromi.

            Belum selesai masalah perbaikan data pemilih, kami mendapatkan instruksi untuk membuka posko gerakan melindungi hak pilih selama satu bulan di bulan Oktober. Semua perlengkapan posko disediakan oleh kantor, kami hanya dituntut untuk lebih kreatif didalam membuka posko. Kami ingin menyerah, tapi karena kami sudah menyatakan sikap “gasskeun…” maka apapun yang diinstruksikan bu Nur kami gasskeun.

            “ Bu..besok minggu sepertinya ada kegiatan sepeda nih di titik 0, apakah mau berpartisipasi dengan membuka posko bergerak?” tanya Dendi. “ Duh.. tinggal 2 hari lagi nih..apa cukup waktunya untuk prepare?” jawab bu Nur.

            “biar Enumerator yang handle buuuu…” sahutku. Di satu sisi aku kurang yakin karena persiapan untuk buka posko, tapi di sisi lain ini adalah kesempatan langka.

            “Gimana gaes….mau di gasskeun endak?” tanyaku ke temen-temen. “ Dah..ambil aja..gasskeun” mereka menjawab dengan kompak. “ Bener Enumerator siap? Kalau siap ku kasih anggaran untuk beli kaos” kata mbak Luki meyakinkan. “ Gassss..apalagi ditambah ada anggaran kaos.” Sahut mas Romi.

            “ Duh… konveksi yang bisa langsung cusss jadi dimana ya?” tanyaku. “ Beli jadi saja, banyak di kauman” jawab pak Cahyo. “ Nanti kalau mau nyablonin pakai punya temenku,bentar ku kabari dulu temenku bisa atau enggak.” timbrung Dendi.

            “Nah..dah jadi… sini mbak uangnya, nanti yang handle Enumerator untuk posko bergeraknya” kataku sambil menadahkan tangan.” Bentar, ku ambil dulu uangnya,” kata Mbak Luki yang kemudian masuk ke ruangan. Bu Nur hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum melihat semangat kami. Coba kalau tim lain yang mengambil ini, yakin gak bakalan jalan mesti cuma kebanyakan teori dan usulan doang, akhirnya blussss….jadi asap. 2 hari persiapan dengan kaos sablonan itu yang membuat kami khawatir, tapi dengan bermodalkan bismillah kami ambil alih.

            “ Gimana Den, temenmu udah bales? Bisa gak?” tanyaku. “ Dah…yoook beli kaosnya.. temenku dah siap untuk nyablonin,” jawab Dendi. Akhirnya kami dibagi 2 tim. Tim pertama cari kaos di kauman, tim kedua mempersiapkan materi yang akan dibagikan. Tim pertama ada aku, Dendy, pak Cahyo, mas Nurbuwono, mas Romi sedangkan di tim kedua ada mbak Susi, mas Tri,bu Nur, dan mbak Luki.

            “ Beli kaos berapa euy? Enumerator 14 orang.” Tanyaku ke mbak Luki. “ Beli 75 gal… sekalian untuk sekretariat,nanti ukurannya aku WA kan” jawab mbak Luki sambil menyerahkan uang. Tim pertama langsung bergerak ke kauman.

            Sampai di Kauman, kami mulai menjelah dari toko satu ke toko lainnya untuk mencari kaos. “ Mau warna apa?” tanya Dendi. “ Orange aja Den, yang Netral biar sama seperti warnanya KPU” Jawab mas Nurbuwono. Setelah menjelajah dari toko satu ke toko lainnya, akhirnya kami menemukan toko yang memiliki persediaan kaos warna orange yang melimpah.

            “ Selamat siang mas..ada yang bisa kami bantu?” tanya penjaga toko. Si penjaga toko tersebut parasnya ayu, bodinya oke punya hingga membuat aku dan Dendi kehilangan konsentrasi. Tahu-tahu pak Cahyo menepuk pundakku. “ Itu loo ditanyain mbaknya..”. Aku tersentak kaget, “ Eh iya mbak…kami butuh kaos warna orange 75 buah.” Penjaga toko tersebut langsung menunjukkan persediaannya.” Ukuran kaosnya mas?” tanya penjaga toko. “ Bentar mbak.. kami diskusikan dulu ukurannya soalnya ada yang super ini.” Jawab mas Romi. “ Nyindir…” sahutku sambil ketawa.

            “Kamu udah dijapri mbak Luki belum?” tanya Dendi. “ Udah nih..ini ukurannya, sana dicatet” jawabku. Kemudian Dendi mulai mencatat ukurannya. Akhirnya 2 kantong kresek besar berisi kaos warna orange kami bawa. Langsung saja kami bawa ke temannya Dendi yang siap nyablon kaos. Dari utara kami menuju selatan dan kini kami ke utara lagi, cuaca siang ini juga panas. Perjalanan kami tempuh selama 30 menit. Akhirnya sampai juga kami ke rumah temannya Dendi.

            “ Ini ya kaosnya, kalau udah selesai aku dikabarin biar aku ambil, pokoknya sebelum minggu pagi,” kata Dendi menjelaskan. Aku menyerahkan uang untuk sablonnya. “ Yook.. nge-es dulu,haus nih..” ajakku. Kerongkonganku kering,kepalaku juga mulai pusing karena kepanasan. Untung saja tak jauh dari tempat konveksi ada pedagang es campur. Segera aku pesan 6 porsi es campur. Wiiih..seger.. badan yang tadinya gerah mulai sejuk setelah minum es. Gakpapalah kalau abis ini aku jadi flu heheehe. Selepas minum es kami langsung menuju basecamp jamal41.

            Di sepanjang jalan, aku bersin-bersin. “ Lha ini..abis minum es..” komen pak Cahyo. Aku gak begitu denger ucapannya karena terpaan angin dan fokus bersin. Untung saja, kami selamat sampai di jamal41.

            “ Gimana udah beres?” tanya mbak luki. “ Dah…besok tinggal pakai,” jawab Dendi. Aku masih saja bersin-bersin. “ Kamu kenapa Gal?” tanya mbak Luki dengan ekspresi aneh, belum aku menjawab sudah disahut sama pak Cahyo, “ Abis minum es mbak…”. “ Sukurin…bandel sih” celetuk mbak Luki. “ Iiiih..jahat..” sahutku sambil nahan bersin. Aku melihat mbak Susi dan mas Tri masih mengumpulkan flyer yang akan dibagikan ke masyarakat. “ Besok aku langsung ke alun-alun selatan saja yaaa…aku gak punya sepeda nih..” kataku. “ Halah…mesti kamu gak mau olahraga.” Ujar mbak Susi. “ Beneran,aku gak punya sepeda” timpalku. “ Yaudah,aku juga langsung ke alun-alun selatan saja, nanti motorku biar ku parkirkan ke rumahnya mas Galih.”kata Mbak Susi sambil nyemil remahan gorengan. Setelah semua flyer tersusun rapi dan terbagi 2 dimana 1 bendel untuk tim pesepeda dan 1 bendel sisanya untuk di alun-alun selatan, kami pamitan untuk pulang. Aku berharap pada minggu nanti, bersin-bersinku sudah sembuh.

            Hari minggu pun tiba, biasanya di hari minggu aku selalu bangun siang. Tapi berhubung minggu pagi ini ada acara,aku terpaksa bangun pukul 6 pagi. Aku mengingatkan Dendi untuk membawa kaos hasil sablonnya. “ Mandi atau endak ya?” aku bertanya dalam hati. Emang hari minggu ini aku males banget untuk mandi, tapi ya apalah daya,akhirnya aku putuskan untuk mandi saja sembari menunggu mbak Susi sampai rumah. Benar saja, begitu aku selesai mandi, mbak Susi sampai di depan rumah. Buru-buru aku pakai pakaian dan sepatu. “ Yoook cabut…” ajakku. “ Bentar, nunggu mas Cahyo dulu, dia juga mau kesini.” Cegah mbak Susi. Sambil nunggu pak Cahyo, aku menyalakan rokok. “ Aku belum sarapan nih,” kataku. “ Sama…” balas mbak Susi. Aku berharap nanti di alun- alun selatan nanti ada acara sarapan.” Aku melihat dari kejauhan pak Cahyo diantar sama babang Gojek.

            “ Tuh..pak Cahyo dah datang,yuuk cuss..” ajakku. Aku dan mbak Susi mulai melangkahkan kaki, pak Cahyo langsung nyusul dengan berlari. “ Tunggu woeee…” teriak pak Cahyo yang berlari dengan tegopoh-gopoh. Aku melihat pak Cahyo yang berlari rasanya ingin ketawa. Ternyata jalan kaki dari rumah sampai alun-alun selatan membuat nafasku engap. Berarti aku gemukan, aku punya pemikiran akan mulai berdiet, tapi entah kapan ahahha.

            Sesampainya di alun-alun,aku melihat mas Richard yang lebih dulu sampai dan memberkan tanda dengan lambaian tangan. Mas Richard yang melihat lambaian tanganku langsung berjalan ke tempat kami bertiga. “ Nih mas kaosmu,ukuran L” kataku. Mas Richard pun langsung mengganti kaos yang dipakainya dengan kaos warna orange dengan sablon LINDUNGI HAK PILIHMU. “ Waw…keren..” pujiku. “ Walah..malah ngopo gal..” celetuk mas Richard. “ Foto sek…” ajakku. Aku mengeluarkan hp dan mulai selfie disana-sini..

            Cukup lama aku, mbak Susi, pak Cahyo,dan mas Richard menunggu rombongan yang menggunakan sepeda. Rasa kantukpun mulai menjalar ke mataku. Beberapa kali aku menguap. Hingga akhinya aku mulai melihat rombongan memakai kaos orange dari kejauhan. “ Laaaaaah..akhirnya datang juga” kataku sambil menguap. Mas Richard dan pak Cahyo langsung memasang X Banner lindungi hak pilih, sementara mbak Susi mengambil sisa Flyer yang diambilnya kemarin. Rombongan berkaos orange pun semakin banyak dan semakin mendekat. Sampailah rombongan tersebut di alun-alun selatan.

            Mereka istirahat sejenak untuk mengatur nafas sambil mulai membagikan flyer ke masyarakat yang berolah raga di alun-alun selatan. Flyer akhirnya habis dalam waktu sekejap, berhubung Flyer habis, acara diakhiri dengan foto bersama.

            “ Selepas ini jangan pulang dulu,kita sarapan dulu.” Kata Bu Nur. Yes..akhirnya ada acara sarapan bersama. Alun-alun selatan di pagi hari banyak orang yang jualan, akhirnya kami memilih untuk sarapan lontong opor. Kami pun sarapan dengan semangat sesekali guyon. Eh, tapi aku melihat raut wajah mas Romi seperti gak tenang. Sepertinya dia sedang ada masalah,entah sama siapa.

            “Kenapa e brooo..kok mukanya serem..ada masalah kah?” tanyaku ke mas Romi. “ Ini loo..ketuaku protes” jawab dia sambil menunjukkan chattingannya. Membaca isi chatnya membuat aku menjadi dongkol dan ingin mengumpat. “ Bales aja brooo… itu orang selalu iri sama kita.” Kataku dengan nada tinggi. “ bales gimana?” tanya mas Romi. “ Balas gini… Cobalah jadi aku, yang selalu mendapatkan tugas dengan deadline yang singkat, pagi ini dikerjain, sore sudah harus dikumpulkan, kau akan merasakan betapa pusingnya kepalaku. Cobalah jadi aku yang selalu fokus memutakhirkan data hingga terkadang istri dicuekin,, dan jarang ketemu anak , kau akan merasakan betapa sedihnya melihat keluarga yang kau cintai kurang mendapatkan perhatian,karena fokusmu sekarang adalah memutakhirkan data pemilih. Cobalah jadi aku, yang setiap hari harus bekerja melebihi jam kerja normal, kau akan merasakan betapa capek dan penatnya badanmu. Acara ini adalah acara non formal yang disupport oleh Jamal41. Ini acara panitianya Enumerator.” Jawabku Panjang dengan nada yang penuh emosi.

Bukannya berhenti, dia malah membalas chat dengan kalimat “ Aku marah sama kamu, Romi, dan sama KPU juga”. Aku membaca chat balasan tersebut semakin menjadi jadi.

 “ Boleh gak, kalau aku bogem?” ujarku lagi. “ Jangan pakai emosi..semua bisa dibicarakan baik-baik,” timpal mbak Susi. “ Endak bisa mbaaak..ini sudah keterlaluan, disaat kita lembur sidalih, apa dia memberikan perhatiannya? Endak kaaan!! Saat kita harus menganalisa data dari dinduk capil, apa dia menawarkan bantuan?? Endak kaaaan!! Ketika kita lembur dia hanya numpang nongkrong sama numpang makan doang.. mendingan dia gak usah dateng kemarin.. gak guna..!!” sanggahku. Kini emosiku semakin memuncak.

            “ Kalem mas brooo…kalem.. sudah bisa ku atasi, dia orangnya begitu, nanti biar dia dimarahin sama ketua lainnya” kata pak Cahyo sambil meredakan emosiku.

            “ Q-Max…. belum tau kena damprat dia..!!” kataku sambil meremas botol plastik. “ Dah..gak usah dipikir, emang orangnya seperti itu brooo..” kata mas Romi yang turut menenangkan aku. Emosiku pun memudar. “ Awas..kalau masih iri dengan Enumerator, akan tau akibatnya seperti apa..!!” omelku.

            “ Wah seru juga tuh… jadi kalimat guyonan aja… sekarang kan lagi jamannya pakai hastag kan… nah kalau chat di grup, pakai hastag AKU MARAH” Komen pak Cahyo. Aku pun menjadi tertawa terbahak-bahak dan emosiku menjadi lenyap.

            Dan benar, hastag AKU MARAH menjadi trending topic di grup Enumerator. Kalimat apapun ujung-ujungnya diberi hastag AKU MARAH, terkadang aku membaca chat grup menjadi tertawa sendiri, untung saja aku baca nya di kamar, coba kalau aku pas di cafĂ©,mesti dianggap ODGJ alias Orang Dengan Gangguan Jiwa.

            Setelah kegiatan posko GMHP di alun-alun selatan, pekerjaan Enumerator belum selesai sampai disini. Pekerjaan Enumerator pun bertambah. Selain menyortir data ganda, kami juga harus menganalisa kembali daftar penduduk dari dindukcapil, sekaligus mengamati masukan dan tanggapan dari tetangga sebelah.

            “ Apa gue bilang…!!! Bener kan…!! Masih mau iri dengan Enumerator?” kataku. Dan ketika aku ngomong seperti itu,beliau juga ada, dan beliau Cuma diem. Tau-tau bu Nur datang, “ Kenapa toh nak…?” tanya bu Nur dengan lembut.” Itu bu..ada yang iri sama kita ketika kita ngadain posko GMHP sambil sepedaan. Kalau masalah seneng-seneng, dia protes kok gak dilibatkan malah pakai kalimat AKU MARAH.Tapi giliran kita lembur banyak kerjaan, dia enjoy-enjoy saja, gak protes kalau gak dilibatkan,” jawabku dengan nada meninggi.

            “ Sudah-sudah..nanti biar saya yang jelasin di rapat, kamu tenang..jangan emosi gitu,” kata Bu Nur. Emosiku pun mereda, tapi aku jadi muak memandang wajahnya. Setiap kali aku memandang wajahnya rasanya pengen aku tonjok,andaikata negara ini bukan negara hokum,sudah habis dia. Tapi aku mencoba dengan cara lain, cara lain tersebut adalah dengan cara guyonan seperti kalimat chat AKU MARAH.

            Bukannya apa-apa, kalau toh dia tidak merasa dilibatkan kenapa dia tidak pro aktif ngomong “ Eh aku ikut ya..”. Toh acara tersebut adalah acara bebas, tapi panitianya dari Enumerator yang disupport sepenuhnya oleh Kantor. Kenapa juga dia harus ngechat kalau dia marah karena tidak dilibatkan. Kalau dibalik, apa pernah dia sekali saja tanya ke anggotanya yang sedang repot dengan pertanyaan “ ada yang bisa aku bantu?” atau setidaknya memberikan perhatian lah dengan mengirimkan camilan kek, atau apalah, bukan hanya chat AKU MARAH doang.

            Aku sendiri selalu ngomong sama ketuaku, kalau dia sampai protes karena Enumerator seneng-seneng, dan mempunyai pemikiran kalau Enumerator adalah anak emasnya Jamal41 karena Enumerator yang selalu disupport, aku hanya akan menjawab “ Cobalah jadi aku, sehari saja..!! mampu endak?” Tapi untungnya, ketuaku sadar dan tahu betapa beratnya beban kerjaku di divisi data. Pekerjaan yang tak pernah selesai entah sampai kapan hanya ada di divisi data. Ritme kerja yang cepat dengan deadline pekerjaan yang mepet hanya kami yang mengalaminya. “Cobalah jadi aku, untuk sehari saja. Kalau sanggup dan tidak mengeluh, baru boleh protes.”